Serpihan cinta dari tanah surga Bismillahirrahmanirahim Menemui adek-adek di tanah perjuangan. Pagi ini Madinah begitu dingin, menusuk tulang. Jiwa-jiwa yang sempat kehilangan semangat, tetap harus bangkit menjemput impian.
Sejenak melupakan lelah dan jengah. Walau mungkin hanya menatap mentari muncul dari balik awan memerah. Tubuh-tubuh yang kaku harus tetap bergerak, memproduksi kalor untuk membakar semangat yang sempat kendor. Walau hanya dengan menyeruput teh hijau, merapatkan jaket dan mengalungkan syal pada tubuh yang perlahan beku. Mungkin saja adakalanya matahari enggan muncul di pagi hari.
Lantas ada kabut. Tapi bukan berarti jiwa-jiwa pejuang tetap harus berkemul di bawah selimut. Mungkin saja tubuh ini perlahan beku, dan mulai sulit bergerak. Bukan berarti itu alamat pasrah dan enggan menggapai puncak. Mungkin saja ada badai yang datang menghujam, bukan berarti nahkoda harus balik ke pelabuhan. Di tempat ini, mentari masih bersinar bukan? Tetap tersenyum menyambut hari-hari pagi kalian? Di tempat ini, sama sekali tidak ada badai bukan? Yang harus membuat kalian basah kuyup dan harus mengganti pakaian? Seorang nahkoda pergi melaut bukan untuk kabur dari badai besar.
Dan dia sudah tahu akan menemukan badai itu. Lantas ketika dia tahu, apakah dia mengurungkan diri untuk melaut? Seorang pejuang maju ke medan perang bukan karena tidak tahu akan ada musuh yang menghadang, tapi karena sebuah impian besar akan kejayaan. Dalam hidup adakalanya masalah datang. Bukan hanya satu. Tapi bertubi. Karena ia adalah sunnatullah kehidupan. Dek, coba lihat sekitar. Pernah kalian merenung sejenak? Menatap laut dari kejauhan. Menelisik senja bersama tasbih semesta alam.
Duduk bermenung menatap petang, mentadabburi akan kuasa Tuhan. Mari kita duduk sejenak. Melepas jengah. Melupakan segala macam masalah. Ayoo kesini, sembari kita menatap senja, tak ada salahnya bukan jika kita berbagi cerita. Ketika akan menghadapi ujian, masing-masing kita pastilah akan mempersiapkan diri dengan maksimal. Tapi ingat, hanya orang-orang yang ingin mereguk keberhasilan. Abaikan orang-orang yang enggan untuk sedikit berjuang. Karena ini adalah tanah para pejuang.
Sebelum menghadapi gemerlapnya dunia ini, masing-masing kita sudah Allah bekali dengan sebuah pesan, dan ia menjadi janji yang harus kita perjuangkan. Agar ketika kita lahir, menyembah satu Tuhan, Allah tuhannya orang-orang beriman. Agar apa? agar kalian siap bergabung dengan hiruk-pikuknya kehidupan. Dek, tempat ini. Yang dimana sekarang kaki kalian berpijak, tak lebih dari sangkar persiapan. Agar kalian betul-betul mampu menghadapi ujian kehidupan.
Apapun masalah yang datang, harus kalian anggap sebagai sarana penggodokan kepribadian kalian. Supaya kalian tak lembek, mudah pasrah dan menyerah. Dunia kita sudah berbeda. Tetap saja kalian masih di dalam sangkar emas. Dan seberapa kuatkah kalian mampu bertahan, hingga kalian betul-betul dikatakan lulus persiapan. Sejenak perhatikan sebuah tumbuhan. Ketika pertama kali benihnya ditebar di tanah, jangan kira ia bebas dari permasalahan. Mungkin ada saja ayam yang berusaha mematoknya, lantas berhenti berharap tumbuh besar?
Ketika dia perlahan mengeluarkan tunas, tetap saja dia belum aman dari serangan dan berbagai macam gangguan. Karena itu para petani memisahnya, sebab para petani belum yakin ia bisa bertahan dari perubahan cuaca dan serangga. Perlahan dia tumbuh besar, tapi lihat, masalah selalu saja datang. Ada hama, tumbuhan tandingan yang tumbuh didekatnya.
Ia harus bertahan, dan jangan sampai ia mati, kemudian hama mencaplok tempatnya. Kalian ibarat sebuah tunas yang masih di tanam dalam polibek, dan perlahan sedang tumbuh melihat dunia. Apakah lantas ketika kalian baru tumbuh beberapa mili sudah yakin akan ditanam di lahan yang luas? Dengan akar yang masih rapuh? Atau hanya karena ada hama yang sama tumbuh di polibek kalian, trus ngambek dan menuntut untuk menyerah dan kalah? Atau karena ada serangga yang berusaha merusak tunas kalian yang baru tumbuh, karena tak kuat dengan cobaan, kemudian lebih memilih untuk mengalah keluar dari ring pertempuran?
Kalian tahu apa yang akan terjadi jika kalian mendesak untuk keluar dari polibek, kemudian di tanam di sebuah lahan. Ada kemungkinan besar ketika ada hujan lebat, kalian hanyut terbawa air, kemudian busuk dan mati. Atau mungkin bisa sejenak bertahan, dan tiba-tiba seekor ayam mematok kalian. Tamat riwayat. Atau kalian ditakdirkan bisa perlahan tumbuh besar, tapi tanpa dibekali sesuatu yang bagus.
Kalian perlahan tumbuh besar bersama sebuah hama. Mungkin saja tetap bisa hidup. Tapi tentunya tidak sempurna, kalian harus berbagi asupan makanan kedalam tubuh kalian, yang mungkin saja perlahan tanpa kalian sadari kalian akan mati. Mau tidak mau, kalian pasti akan melewati fase-fase kehidupan. Dan jangan kalian kira dunia di luar ini akan mudah kalian taklukkan.
Jika seandainya akar kalian belum begitu kokoh menghujam. Sekarang saatnya adalah pengokohan akar, biar ia menancap semakin dalam. Lantas ketika ada angin dan badai besar, kalian bisa bertahan. Sekarang adalah masanya pemupukan, agar kalian kebal dari serangga yang akan merusak daun indah kalian.
Sekarang adalah masanya bersabar. Bukan hengkang lantas karena adanya tekanan dan berbagai kesulitan. Kalian tahu, apa yang terjadi ketika sebuah pohon tumbuh besar dan berbuah. Banyak memang yang buahnya bagus, bersih dan besar. Tapi juga tak sedikit yang berulat. Sebagus apapun hasil di akhir, tapi jika proses pembentukannya tidak sempurna, akan selalu ada kekurangan yang terlihat darinya.
Adek-adek yang di rahmati Allah. Kalian adalah pejuang, yang tak akan menyerah. Kalian adalah tunas-tunas harapan, yang akan memikul beban besar. Kokohkan akar ketakwaan, bekali dan pupuk diri dengan keimanan. Iringi kerja-kerja besar dengan keikhlasan. Semoga Allah redho dengan yang semua kalian kerjakan.
Madinah, 17 Februari 2014 Akhukum Fillah (Moe Azz)